Kalau ada seseorang yang tidak kau kenal bertanya padamu, "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" atau "Kau adalah pahlawan wanita dimimpiku" di jalanan. Mungkin itu bukan hanya gurauan semata. Pria itu, mungkin adalah takdirmu.
Postman To Heaven


Saya berniat mencuci otak saya saja. Bagaimanapun, ini yang sangat saya perlukan untuk detik ini. Dulu ketika sekolah masih sering dimuhasabahi, kalau sekarang ? Jangan ditanya. Saya kira jika otak kita diibaratkan sebuah istana, maka kini otak saya adalah istana kelabu. Seberapapun dulu indah kemilaunya [bahkan dari kejauhan], kini tertutup abu tebal yang membuatnya jelek sekali. Dih!
Kembali pada nawaitu mencuci otak. Saya tidak bisa memastikan semenjak kapan saya menjadi begini. “Begini” dalam artian saya tidak bisa sebaik dahulu. Meskipun ya tidak ada yang bilang sih kalau saya dulu baik. Hahaha.. Setidaknya maksut saya itu dulu semacam ada sabuk [penjaga] yang mengekang saya untuk berada dalam jalan haq kata orang. Bukan saya merasa dulu benar, bukan. Hanya saja saya tidak merasa lebih baik saat ini. Mencuci otak menjadi sangat dibutuhkan ketika otak tiba-tiba menjadi tercemar, pikir saya. Yah, hanya akan terhapus beberapa orang saja yang dua tahun terakhir ini mengganggu kehidupan saya. Mungkin salah satunya ya kamu. Memang saya terlihat bahagia, tapi saya pikir ini kebahagiaan semu. Masih belum ada bahagia yang terbahagia. Senyum tulus saya dulu sudah hilang entah kemana. Kamu yang saya tunggu di persimpangan jalan depan, yang saya kirimi paper heart virtual sebagai ucapan terimakasih, tak kunjung membantu membersihkan otak saya yang semakin kelabu ini. Bahkan detik ini, ketika saya menulis ini, kamu menganggu pikiran saja untuk kesekian kalinya semenjak beberapa hari ini absen melihatmu. Seharusnya saya bahagia di sini, 40-an kilometer dari posisi kamu, menikmati teh hangat di beranda rumah kecil saya bersama keluarga. Tapi itu tidak terjadi, ya lagi-lagi karena hal yang saya sendiri tidak tahu kenapa. Maka dari itu, saya perlu mencuci otak saya. Kamu lenyaplah untuk saat ini, pun dua tahun kedepan [mungkin, yakin?]. Saya benar-benar bingung harus membicarakannya seperti apa lagi. Sengaja memang handphone saya turn off, selain karena sedang dalam posisi tidak masa aktif, juga karena saya dengan penuh keyakinan ingin menjauhimu untuk saat ini. Saya perlu berpikir, untuk bersamamu lagi setelah tiga bulan ini dan untuk setelah tiga bulan yang akan datang.

#goingtobathroom #takingdetergent  *washing my brain*


Leave a Reply